Namaku Anasya, aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Beberapa bulan yang lalu saat aku pulang sekolah, aku menemukan sebuah kucing liar di jalanan menuju rumahku. Kucingnya sangat lucu dan menggemaskan. Kucing belang hitam yang perutnya gendut. Dengan hati gembira aku mengajaknya tinggal di rumahku. Kucing yang sangat manis dan penurut. Sesampainya di rumah kuperlihatkan kucing lucu itu kepada ibuku, aku yakin ibuku akan senang. Tapi tak disangka ibuku malah menyuruhku mengembalikan kucing itu ke jalanan. Hatiku sedih saat tahu ibuku tak menyukai kucing. Ibu bilang kucing itu kotor dan banyak penyakitnya. Walau aku sudah membujuk ibu akan merawatnya dengan baik agar tidak terlihat kotor, dan meminta ayah mengecek kesehatannya ke dokter hewan, tetap saja ibuku tak setuju jika kucingku tinggal bersama kami.
Namaku Anasya, aku seorang anak tunggal. Ayahku seorang warga negara asing dan ibuku asli orang indonesia. Kami sering berpindah-pindah rumah semenjak aku bayi, itu disebabkan karena pekerjaan ayahku. Karena sering berpindah-pindah rumah, aku tak memiliki banyak teman. Kadang aku juga merasa kesulitan berteman. Jarang sekali yang mau tulus berteman denganku. Banyak diantara mereka yang mau berteman denganku jika hanya ada perlunya saja. Dirumah aku juga merasa kesepian, ayah berangkat pagi pulang malang, sedangkan ibuku di rumah sibuk dengan pekerjaan design-design bajunya. Sering aku bermain sendiri dan tak punya teman ngobrol. Tapi semenjak kedatangan ciro kucing kecil, aku merasa bahagia dan tak sendiri lagi.
Aku harus selalu menurut dan patuh dengan perkataan ibuku, dan selama ini itulah yang aku lakukan. Tapi entah mengapa untuk urusan ciro aku sulit sekali menuruti perkataan ibu. Meski ibu melarangku, aku tetap memelihara ciro tanpa sepengetahuan ibu. Diam-diam aku meletakkan ciro di sebuah kardus di pekarangan di belakang rumahku. Setiap hari sepulang sekolah, aku memberinya makanan kucing dan bermain bersama dengannya sampai sore. Diam-diam pula kusisihkan sebagian uang jajanku untuk membeli makanan kesukaan ciro. Dan ciro selalu menurut denganku. Jika aku datang menemuinya ia akan berlari kegirangan ke arahku.
Pernah suatu saat ciro mengikutiku sampai ke sekolahku dan akan menungguku di gerbang sekolah sampai sekolahku selesai. Kami akan pulang bersama dan ciro setia berjalan disampingku. Temanku pernah memintaku untuk tidak merawat ciro, mereka menyarankanku untuk membeli kucing yang mahal seperti di film-film. Aku sedih melihat mereka tidak terlalu menyukai ciro, tapi bagiku ciro yang terbaik. Aku tak tega melepasnya untuk tinggal seorang diri. Tak ada saudara ataupun teman kucing lainnya.
Siang itu, seperti biasa aku menuju pekarangan rumahku untuk memberi makan ciro. Tapi alangkah terkejutnya diriku ciro sudah tak ada ditempatnya. Hanya sebuah kardus kosong yang tak berpenghuni. Aku mencari ciro kesana-kemari dari siang hingga hampir menjelang malam. Bahkan ibuku memarahiku habis-habisan karena aku pergi tanpa pamit. Tapi ibu tak mau tahu kenapa aku pergi dari rumah. Aku hanya bisa menangis seorang diri di kamar. Tak ada yang mau mengerti dan memahami perasaanku. Ayahpun sama saja, ia hanya menyuruhku untuk menjadi anak yang baik selalu patuh dengan perkataan ibuku, dan tidak membuat masalah lagi.
Waktu mulai berganti namun tak kunjung pula aku menemukan ciro sahabatku. Setiap pulang sekolah sering aku menunggunya di tempat pertama kali aku menemukannya. Namun hanya ada rumput kering yang membisu di sana. Ciro sudah pergi dan tak pernah menampakkan dirinya lagi, hanya ada udara kosong yang mengisi setiap jejak-jejak langkahnya. Ciro, di mana kau berada, apa kau baik-baik saja. Apa kau sudah makan, siapa yang akan memberimu makan jika kau lapar, bagaimana jika kau sakit, tertabrak kendaraan, atau disakiti orang jahat.Bagaimana kalau kau tertekam binatang buas, aku benar-benar takut hal buruk menimpamu. Bagaimana kalau kau tersesat dan tak tahu jalan ke rumah. Kau pasti sekarang seorang diri di bawah terik mentari dan dinginnya malam.
Setiap hari aku tampak murung dan tak bersemangat, kedua orangtuaku hanya mengira aku kekurangan uang jajan dan mereka memberi uang lebih kepadaku. Tapi sungguh itu tak membuat bahagia. Bagi mereka materi dan segala kecukupan keterjaminan dan kenyamanan hidup adalah segalanya. Oleh sebab itu mereka bekerja tak mengenal waktu demi hal itu. Tanpa mereka sadari, aku adalah seorang anak yang lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang , tidak hanya sekedar materi atau kesenangan hidup. Malam itu ketika orangtuaku pergi ke acara pesta perkawinan temannya aku seorang diri dirumah. Karena lapar aku memesan pizza, ibu meninggalkan beberapa uang untukku di laci kamarnya. Tapi aku terkejut ketika melihat ada kalung ciro di laci itu. Kalung warna coklat terbuat dari kulit. Malam itu aku menyadari sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehku.
Setelah ibu pulang, aku menanyakan kalung leher ciro dan keberadaan ciro saat ini. Tapi ibu berkelit semua demi kebaikanku, karena ibu tak ingin aku memelihara kucing jalanan yang kotor. Aku benar-benar kecewa pada ibuku, aku tahu ibu tak suka kucing tapi bukan berarti ia boleh memisahkanku dari ciro. Aku memohon kepada ibu untuk mengetahui dimana ciro sebenarnya. Ciro, yang dibuang ibu diam-diam, saat aku tertidur lelap malam-malam. Ketika aku mencari ciro di tempat ibu terakhir membuangnya, aku tak menemukan apapun di sana. Tempat yang sangat jauh dari rumahku, itu kenapa ciro tak bisa pulang menemuiku. Tanpa jejak, ciro hilang dan entah dimana sekarang. Ciro, dimana kau berada, aku sangat merindukanmu. Aku takkan pernah melupakanmu. Semoga engkau mendapatkan orang yang merawatmu dan menyayangimu selalu.