Penulis: Satriyo Widagdo
Saya tidak pernah bermimpi menjadi seorang arsitek freelance. Ketika kanak-kanak dulu saya bercita-cita menjadi seorang pilot, dokter atau guru. Dan ketika akhirnya saya sempat mengenyam pendidikan arsitektur di sebuah Perguruan Tinggi, saya juga berpikir akan bekerja di sebuah perusahaan konstruksi yang besar.
Tapi kenyataan berbicara lain. Setelah bekerja di beberapa perusahaan konstruksi selama bertahun-tahun akhirnya saya memilih menjadi seorang arsitek freelance.
Apakah ini sebuah kemajuan atau kemunduran?
Tidak dua-duanya. Memilih bekerja secara freelance adalah sebuah pilihan profesi. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari bekerja sendiri atau mengikatkan diri pada sebuah perusahaan. Masing-masing memiliki kelebihannya dan itu tidak menjadikan salah satunya lebih baik. Pada akhirnya pilihan hatilah yang akan menuntun orang untuk mengambil salah satunya.
Sudah 5 tahun lebih saya bekerja secara freelance dan memberikan jasa desain rumah minimalis secara online. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi kepada anda suka duka ketika menjalani profesi ini.
Yang bikin SUKA dari profesi arsitek freelance
Inilah hal-hal yang membuat saya betah menjalani profesi ini hingga sekarang:
- Waktu
yang fleksibel
Saya punya waktu 24 jam sehari. Saya bisa mengatur sendiri kapan saya akan tidur, bekerja dan bersosialisasi. Bagi saya tidak ada bedanya antara siang dan malam. Saya bisa bekerja kapanpun saya mau. Yang penting saya bisa menepati deadline yang sudah ditentukan
Peluang penghasilan yang lebih besar
Karena saya bisa langsung berhubungan dengan klien, saya punya peluang untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar. Jika marketing saya berhasil, saya bisa memperoleh klien sebanyak mungkin, yang membatasi saya hanyalah waktu 24 jam sehari tidak bisa ditambah dan energi manusia yang terbatas.Bisa berekspresi dengan leluasa
Tidak ada aturan perusahaan yang mengikat. Saya bisa mengekspresikan gaya desain saya secara maksimal. Saya bisa mempelajari apa yang klien suka dan mempresentasikan karya desain sesuai dengan gaya saya.You are the boss
Saya menjadi boss di kantor saya sendiri. Kadang saya juga hire tenaga desain dari luar jika kewalahan. Saya punya otoritas untuk mengambil keputusan-keputusan penting demi kelangsungan bisnis desain saya.
Yang bikin DUKA dari profesi arsitek freelance
Tapi menjadi arsitek freelance tidak selamanya enak. Selalu ada hal-hal yang menjadi DUKA disisi SUKA. Seperti ini misalnya:- Campur
aduk waktu keluarga dan waktu kerja
Jika tidak pintar memanage dengan benar maka waktu yang fleksibel bisa jadi bumerang. Saya mengalami ini ketika saya membuka kantor freelance saya di rumah. Tidak jarang waktu bekerja saya tercampur dengan waktu keluarga. Kadang saya baru menyadari kalau waktu sudah habis padahal belum menghasilkan apa-apa dalam seharian. Atasi hal ini dengan garis batas yang tegas. Ada jam-jam kerja yang saya tidak mau dicampuri dengan urusan keluarga.
Namanya usaha, ada kemungkinan sepi dan rugi ditanggung sendiri
Seperti bsnis pada umumnya, jadi arsitek freelance pun ada pasang surutnya. Ketika sedang sepi order, saya sendirilah yang akan merasakan akibatnya secara langsung. Berbeda dengan ketika masih ikut perusahaan, saya tetap digaji walaupun proyek sedang sepi.Kadang butuh masukan dari mitra / partner
Arsitek freelance juga makhluk sosial. Kadang lelah juga ketika harus selalu mengambil keputusan sendiri dalam mendesain. Kadang merasa kesepian karena tidak ada teman diskusi. Seorang freelance adalah seorang single fighter. Kadang merasa kesepian juga.Dianggap aneh sama lingkungan
Pada mulanya tetangga sekitar sering keheranan dan bertanya, “Bapak itu kerjanya apa sih, kok tidak pernah keluar rumah?” Bapak-bapak yang lain pada kerja berangkat pagi pulang sore tapi yang satu ini santai saja di rumah. Tidak terlihat necis dan berpakaian santai seadanya.Tapi kalau yang ini saya sudah terbiasa. Saya tidak perlu perpenampilan necis ketika sedang mengerjakan desain. Apalagi saya bekerja secara online. Komunikasi dengan klien dilakukan secara online. Lambat laun para tetangga akan mengerti tentang hal ini.
Itulah suka duka menjadi arsitek freelance. Saya mengalami sendiri, bekerja di sebuah perusahaan pun juga ada suka dukanya . Pada akhirnya pilihan hati kita lah yang memutuskan mau mengambil profesi seperti apa.
(Image courtesy of suphakit73 at FreeDigitalPhotos.net)